Minggu, 30 September 2012

BENTENG PENDEM CILACAP

Benteng Pendem Cilacap, Saksi Bisu Nilai Penting Cilacap Tempo Dulu: Perjalanan Menuju Benteng Cilacap (Bagian IV:Habis)

(Dicopy dari http://ruangkiri.blogspot.com/2011/09/benteng-pendem-cilacap-saksi-bisu-nilai.html )

Benteng berlanggam Eropa di Semenanjung Cilacap itu ternyata meniru bentuk Benteng Rijnauwen, benteng terbesar di Belanda.

Cilacap, sebuah kota kecil di selatan Jawa yang sebagian daerahnya terdiri dari pantai dengan tabir Pulau Nusa Kambangan sebagai pelindung dari ganasnya Laut Selatan. Banyak ahli berpendapat bahwa Cilacap merupakan tempat terbaik untuk sistem pertahanan di selatan Jawa. Maka, pada 4 Desember 1830, Pementah Hindia Belanda memutuskan untuk menetapkan pos Nusa Kambangan masuk ke dalam garnisun kecil di Pulau Jawa. Untuk kepentingan itu ditempatkanlah seorang letnan, dua sersan, dua kopral orang Eropa ditambah dua sersan, dua kopral, dan satu penabuh tambur serta 53 prajurit bersenjata senapan.
Selanjutnya pada 29 November 1847, Gubernur Jenderal J.J. Rochussen (1845-1851) memutuskan bahwa pembukaan pelabuhan Cilacap bukan semata-mata untuk kepentingan perdagangan saja, melainkan untuk militer dan pertahanan. Maka pada 1853 dikeluarkan keputusan untuk membangun sebuah benteng besar berlanggam Eropa di Semenanjung Cilacap. Benteng ini merupakan tiruan dalam bentuk yang lebih kecil dari Benteng Rijnauwen [http://www.fortrijnauwen.nl/]. Rijnauwen merupakan benteng terbesar di Belanda (± 31 Ha) yang dibangun pada waktu hampir bersamaan yang mampu menampung 540 tentara dan 105 meriam.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan tangsi pasukan altileri yang ke 17 di Cilacap pada 15 Februari 1855. Turut dibangun pula menara pengintai di Gunung Cimering, Nusa Kambangan pada 1857. Menara pengintai ini satu-satunya jejak sejarah yang belum saya temukan dalam wujud fisiknya di Nusa Kambangan.
Pembangunan benteng di Semenanjung Cilacap ini tidak berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Kendala utama ialah biaya yang semakin meningkat tiap tahunnya. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda juga sedang menangani pembangunan benteng di beberapa wilayah. Semua pembangunan bernasib sama, tersendat-sendat.
Setelah hampir 20 tahun benteng di Cilacap masih belum selesai, akhirnya para perwira dan menteri negara jajahan membuat kesepakatan untuk menyelesaikan pembangunan benteng. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pembangunan harus dikurangi dengan cara mengurangi tingkat kerumitan sistem pertahanan yang mendekati sisi daratan. Akhirnya pada 1880 benteng selesai dibangun. Benteng disebut oleh penduduk lokal sebagai Benteng Pendem –benteng yang terkubur- karena jika dilihat dari luar yang terlihat hanya benteng tanah tanpa bangunan di dalamnya. Sementara menurut cetak birunya, Benteng Pendem disebut sebagai “Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap” atau “Baterai Pesisir di Semenanjung Cilacap”.
Benteng Pendem ialah bagian dari sistem pertahanan New Dutch Waterline yang dilengkapi dengan 6 meriam besi ukuran 24 cm, 16 meriam perunggu ukuran 12 cm, 14 meriam kecil ukuran 8 cm, dan 4 mortar ukuran 29 cm. Dengan peralatan tempur seperti itu, Benteng Pendem dinobatkan sebagai salah satu benteng dengan peralatan tempur berat paling modern di Indonesia pada waktu itu.
Sesuai konsep yang dianut, New Dutch Waterline, maka bentuk segi lima (poligon) pada benteng mengacu pada standar yang dibuat oleh Marquis Marc René de Montalembert (1714-1800), sang maestro sistem New Fortification. Sistem poligon ini merupakan sistem kedua dari Montalembert yang ia desain pada 1777.
Benteng dengan denah dasar segi lima ini terdiri dari barak prajurit, haxo casemate [1], terowongan, kanal, ruang-ruang yang digunakan untuk gudang amunisi, logistik, dan kesehatan, serta bungker-bungker yang digunakan untuk kepentingan Perang Dunia II.
Pada periode 1880-1890 benteng digunakan dalam intensitas yang cukup tinggi, tetapi ada satu masalah besar untuk garnisun yang ditempatkan di sana. Alam Cilacap kurang bersahabat di kala itu. Rawa yang terletak di sisi barat dan baratlaut kota menjadi sarang nyamuk penyebar penyakit malaria. Malaria kemudian menjadi penyakit endemik yang hampir merata di Cilacap terutama pada Januari, Februari, dan Desember. Kina yang menjadi obat pencegah penyakit ini masih belum populer saat itu.
Pembukaan jalur kereta antara Cilacap dan Yogyakarta pada 1887 memungkinkan untuk mengirim garnisun ke lokasi yang lebih sehat. Maka pada periode itu garnisun di Cilacap sempat dikosongkan. Sementara garnisun dikosongkan, sebuah kelompok kecil yang terdiri dari prajurit lokal menetap untuk menjaga benteng. Garnisun kembali dibentuk di Cilacap pada 1 November 1904 yang terdiri dari sekitar 300 orang prajurit dan delapan orang perwira.
Pada 1892, sebuah studi yang dilakukan terhadap sistem pertahanan di Jawa sampai pada satu kesimpulan bahwa Pulau Jawa akan dipertahankan oleh prajurit yang bermarkas di bagian barat pulau. Beberapa benteng termasuk Benteng Pendem dan Nusa Kambangan tidak memiliki nilai penting secara kemiliteran lagi dan dihapuskan dari daftar sistem pertahanan di Hindia Belanda.
Benteng Pendem muncul kembali dalam sejarah dengan latar belakang Perang Dunia II, 40 tahun kemudian. Semua berawal dari jatuhnya Belanda dalam kekuasaan Jerman pada Mei 1940. Di Nusantara, pemerintah Hindia Belanda bersiap untuk menghadapi perang dengan Jepang. Cilacap muncul kembali menjadi satu tempat yang lebih penting dibandingkan dengan sebelumnya karena menjadi satu-satunya pelabuhan di Jawa yang dapat dengan mudah dijangkau dari Australia.
Benteng Pendem yang setelah ditinggalkan sempat dijadikan barak tanpa garnisun kemudian diduduki kembali. Bungker dibangun, meriam untuk kebutuhan perang pesisir dan pertahanan untuk menghalau pesawat tempur dengan lampu bidik dipasang. Meriam juga dikirim ke Benteng Karang Bolong.
Pada 28 Februari 1942, Jepang mendarat hampir tanpa perlawanan di tiga tempat di pantai utara Jawa. Pelabuhan Cilacap menjadi sangat sibuk. Banyak kapal datang dan pergi. Kota menjadi sangat ramai dengan pengungsi yang ingin menyelamatkan diri ke Australia. Namun, banyak kapal yang dicegat oleh armada Jepang yang beroperasi di pantai selatan Jawa.
Cilacap dibom tiga kali oleh pesawat Jepang. Tangki minyak ditembaki dan dibakar. Peristiwa itu mengubah pelabuhan Cilacap menjadi seperti neraka. Pimpinan Belanda memerintahkan untuk menghancurkan dan meninggalkan pelabuhan dan sistem pertahanan pesisir. Pertempuran berakhir sebelum tentara Jepang pertama tiba. Pada 9 Maret 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah.
Kini, lautan api di Semenanjung Cilacap itu tinggal cerita. Situasi di Benteng Pendem yang lokasinya berdekatan dengan kompleks kilang minyak Pertamina ini lebih banyak lengang. Sesekali benteng diramaikan oleh kunjungan belajar para siswa. Selebihnya benteng dikunjungi oleh pasangan-pasangan yang cukup membayar tiket masuk sebesar Rp 4.000,- namun bebas melakukan apa saja di dalam benteng. Belum adanya program terpadu untuk menghidupkan benteng membuat Benteng Pendem makin terpendam bersama sejarahnya.
Catatan:
[1] Haxo casemate: Merupakan salah satu tipe dari ruang lengkung untuk menempatkan meriam dan penembaknya yang banyak diadopsi oleh sistem perbentengan Eropa pada abad 19. Penemu dari tipe ini ialah pegawai militer Prancis, François-Nicolas-Benoit Haxo. Haxo casemate merupakan tipe klasik, dilengkapi dengan sebuah jendela untuk meriam, dan lengkung yang tersusun dari bata yang kuat dan ditutupi oleh lapisan tanah. Letaknya biasanya ada di bawah rampart –jalan patroli-.
Referensi:
Lepage, Jean-Denis G.G. 2010. French Fortifications, 1715-1815: An Illustrated History. Amerika: McFarland & Company, Inc.,Publishers.
Zuhdi, Susanto. 2002. Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Cilacap Lecture oleh Hans Bonke, 2008.
http://www.fortrijnauwen.nl/
Peta:
J.R. van Diessen & R.P.G.A. Vo skuil. 1998. Stedenatlas Nederlands-Indie. Purmerend: Asia Maior.


Sumur di dalam benteng

Ruangan di dalam barak prajurit

Peta Cilacap, 1944

Kanal sisi barat

Jendela pada ruang yang diduga digunakan sebagai penjara

Jaringan komunikasi pada barak prajurit

Haxo casemate
Engsel pintu pada barak prajurit

Bungker no.2 [Sisi timur Kompleks Pertamina]

Barak Prajurit

Bangunan pertahanan untuk pasukan tembak sisi utara

Bangunan pertahanan untuk pasukan tembak sisi timur

Angka tahun pada haxo casemate

Akses menuju terowongan dan haxo casemate

Bagian luar bangunan pertahanan sisi barat

Bagian dalam ruang untuk pasukan tembak sisi utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar