Benteng Pendem Cilacap, Saksi Bisu Nilai Penting Cilacap Tempo Dulu: Perjalanan Menuju Benteng Cilacap (Bagian IV:Habis)
(Dicopy dari http://ruangkiri.blogspot.com/2011/09/benteng-pendem-cilacap-saksi-bisu-nilai.html )
Benteng berlanggam Eropa di Semenanjung Cilacap itu ternyata meniru bentuk Benteng Rijnauwen, benteng terbesar di Belanda.
Cilacap,
sebuah kota kecil di selatan Jawa yang sebagian daerahnya terdiri dari
pantai dengan tabir Pulau Nusa Kambangan sebagai pelindung dari ganasnya
Laut Selatan. Banyak ahli berpendapat bahwa Cilacap merupakan tempat
terbaik untuk sistem pertahanan di selatan Jawa. Maka, pada 4 Desember 1830,
Pementah Hindia Belanda memutuskan untuk menetapkan pos Nusa Kambangan
masuk ke dalam garnisun kecil di Pulau Jawa. Untuk kepentingan itu
ditempatkanlah seorang letnan, dua sersan, dua kopral orang Eropa
ditambah dua sersan, dua kopral, dan satu penabuh tambur serta 53
prajurit bersenjata senapan.
Selanjutnya pada 29 November 1847,
Gubernur Jenderal J.J. Rochussen (1845-1851) memutuskan bahwa pembukaan
pelabuhan Cilacap bukan semata-mata untuk kepentingan perdagangan saja,
melainkan untuk militer dan pertahanan. Maka pada 1853
dikeluarkan keputusan untuk membangun sebuah benteng besar berlanggam
Eropa di Semenanjung Cilacap. Benteng ini merupakan tiruan dalam bentuk
yang lebih kecil dari Benteng Rijnauwen [http://www.fortrijnauwen.nl/].
Rijnauwen merupakan benteng terbesar di Belanda (± 31 Ha) yang dibangun
pada waktu hampir bersamaan yang mampu menampung 540 tentara dan 105
meriam.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan tangsi pasukan altileri yang ke 17 di Cilacap pada 15 Februari 1855. Turut dibangun pula menara pengintai di Gunung Cimering, Nusa Kambangan pada 1857. Menara pengintai ini satu-satunya jejak sejarah yang belum saya temukan dalam wujud fisiknya di Nusa Kambangan.
Pembangunan
benteng di Semenanjung Cilacap ini tidak berjalan lancar sesuai yang
diharapkan. Kendala utama ialah biaya yang semakin meningkat tiap
tahunnya. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda juga sedang menangani
pembangunan benteng di beberapa wilayah. Semua pembangunan bernasib
sama, tersendat-sendat.
Setelah
hampir 20 tahun benteng di Cilacap masih belum selesai, akhirnya para
perwira dan menteri negara jajahan membuat kesepakatan untuk
menyelesaikan pembangunan benteng. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk
menyelesaikan pembangunan harus dikurangi dengan cara mengurangi tingkat
kerumitan sistem pertahanan yang mendekati sisi daratan. Akhirnya pada 1880
benteng selesai dibangun. Benteng disebut oleh penduduk lokal sebagai
Benteng Pendem –benteng yang terkubur- karena jika dilihat dari luar
yang terlihat hanya benteng tanah tanpa bangunan di dalamnya. Sementara
menurut cetak birunya, Benteng Pendem disebut sebagai “Kustbatterij op
de Landtong te Tjilatjap” atau “Baterai Pesisir di Semenanjung Cilacap”.
Benteng Pendem ialah bagian dari sistem pertahanan New Dutch Waterline
yang dilengkapi dengan 6 meriam besi ukuran 24 cm, 16 meriam perunggu
ukuran 12 cm, 14 meriam kecil ukuran 8 cm, dan 4 mortar ukuran 29 cm.
Dengan peralatan tempur seperti itu, Benteng Pendem dinobatkan sebagai
salah satu benteng dengan peralatan tempur berat paling modern di
Indonesia pada waktu itu.
Sesuai konsep yang dianut, New Dutch Waterline,
maka bentuk segi lima (poligon) pada benteng mengacu pada standar yang
dibuat oleh Marquis Marc René de Montalembert (1714-1800), sang maestro
sistem New Fortification. Sistem poligon ini merupakan sistem kedua dari Montalembert yang ia desain pada 1777.
Benteng dengan denah dasar segi lima ini terdiri dari barak prajurit, haxo casemate [1],
terowongan, kanal, ruang-ruang yang digunakan untuk gudang amunisi,
logistik, dan kesehatan, serta bungker-bungker yang digunakan untuk
kepentingan Perang Dunia II.
Pada periode 1880-1890
benteng digunakan dalam intensitas yang cukup tinggi, tetapi ada satu
masalah besar untuk garnisun yang ditempatkan di sana. Alam Cilacap
kurang bersahabat di kala itu. Rawa yang terletak di sisi barat dan
baratlaut kota menjadi sarang nyamuk penyebar penyakit malaria. Malaria
kemudian menjadi penyakit endemik yang hampir merata di Cilacap terutama
pada Januari, Februari, dan Desember. Kina yang menjadi obat pencegah
penyakit ini masih belum populer saat itu.
Pembukaan jalur kereta antara Cilacap dan Yogyakarta pada 1887
memungkinkan untuk mengirim garnisun ke lokasi yang lebih sehat. Maka
pada periode itu garnisun di Cilacap sempat dikosongkan. Sementara
garnisun dikosongkan, sebuah kelompok kecil yang terdiri dari prajurit
lokal menetap untuk menjaga benteng. Garnisun kembali dibentuk di
Cilacap pada 1 November 1904 yang terdiri dari sekitar 300 orang prajurit dan delapan orang perwira.
Pada 1892,
sebuah studi yang dilakukan terhadap sistem pertahanan di Jawa sampai
pada satu kesimpulan bahwa Pulau Jawa akan dipertahankan oleh prajurit
yang bermarkas di bagian barat pulau. Beberapa benteng termasuk Benteng
Pendem dan Nusa Kambangan tidak memiliki nilai penting secara
kemiliteran lagi dan dihapuskan dari daftar sistem pertahanan di Hindia
Belanda.
Benteng
Pendem muncul kembali dalam sejarah dengan latar belakang Perang Dunia
II, 40 tahun kemudian. Semua berawal dari jatuhnya Belanda dalam
kekuasaan Jerman pada Mei 1940. Di Nusantara, pemerintah Hindia
Belanda bersiap untuk menghadapi perang dengan Jepang. Cilacap muncul
kembali menjadi satu tempat yang lebih penting dibandingkan dengan
sebelumnya karena menjadi satu-satunya pelabuhan di Jawa yang dapat
dengan mudah dijangkau dari Australia.
Benteng
Pendem yang setelah ditinggalkan sempat dijadikan barak tanpa garnisun
kemudian diduduki kembali. Bungker dibangun, meriam untuk kebutuhan
perang pesisir dan pertahanan untuk menghalau pesawat tempur dengan
lampu bidik dipasang. Meriam juga dikirim ke Benteng Karang Bolong.
Pada 28 Februari 1942,
Jepang mendarat hampir tanpa perlawanan di tiga tempat di pantai utara
Jawa. Pelabuhan Cilacap menjadi sangat sibuk. Banyak kapal datang dan
pergi. Kota menjadi sangat ramai dengan pengungsi yang ingin
menyelamatkan diri ke Australia. Namun, banyak kapal yang dicegat oleh
armada Jepang yang beroperasi di pantai selatan Jawa.
Cilacap
dibom tiga kali oleh pesawat Jepang. Tangki minyak ditembaki dan
dibakar. Peristiwa itu mengubah pelabuhan Cilacap menjadi seperti
neraka. Pimpinan Belanda memerintahkan untuk menghancurkan dan
meninggalkan pelabuhan dan sistem pertahanan pesisir. Pertempuran
berakhir sebelum tentara Jepang pertama tiba. Pada 9 Maret 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah.
Kini,
lautan api di Semenanjung Cilacap itu tinggal cerita. Situasi di
Benteng Pendem yang lokasinya berdekatan dengan kompleks kilang minyak
Pertamina ini lebih banyak lengang. Sesekali benteng diramaikan oleh
kunjungan belajar para siswa. Selebihnya benteng dikunjungi oleh
pasangan-pasangan yang cukup membayar tiket masuk sebesar Rp 4.000,-
namun bebas melakukan apa saja di dalam benteng. Belum adanya program
terpadu untuk menghidupkan benteng membuat Benteng Pendem makin
terpendam bersama sejarahnya.
Catatan:
[1] Haxo casemate:
Merupakan salah satu tipe dari ruang lengkung untuk menempatkan meriam
dan penembaknya yang banyak diadopsi oleh sistem perbentengan Eropa pada
abad 19. Penemu dari tipe ini ialah pegawai militer Prancis,
François-Nicolas-Benoit Haxo. Haxo casemate merupakan tipe
klasik, dilengkapi dengan sebuah jendela untuk meriam, dan lengkung yang
tersusun dari bata yang kuat dan ditutupi oleh lapisan tanah. Letaknya
biasanya ada di bawah rampart –jalan patroli-.
Referensi:
Lepage,
Jean-Denis G.G. 2010. French Fortifications, 1715-1815: An Illustrated
History. Amerika: McFarland & Company, Inc.,Publishers.
Zuhdi, Susanto. 2002. Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Cilacap Lecture oleh Hans Bonke, 2008.
http://www.fortrijnauwen.nl/
Peta:
J.R. van Diessen & R.P.G.A. Vo skuil. 1998. Stedenatlas Nederlands-Indie. Purmerend: Asia Maior.
Sumur di dalam benteng
Ruangan di dalam barak prajurit
Peta Cilacap, 1944
Kanal sisi barat
Jendela pada ruang yang diduga digunakan sebagai penjara
Jaringan komunikasi pada barak prajurit
Haxo casemate
Engsel pintu pada barak prajurit
Bungker no.2 [Sisi timur Kompleks Pertamina]
Barak Prajurit
Bangunan pertahanan untuk pasukan tembak sisi utara
Bangunan pertahanan untuk pasukan tembak sisi timur
Angka tahun pada haxo casemate
Akses menuju terowongan dan haxo casemate
Bagian luar bangunan pertahanan sisi barat
Bagian dalam ruang untuk pasukan tembak sisi utara